WAMI Pastikan Tetap Pungut Royalti Meski Ada Musisi yang Membebaskan Karyanya

WAMI KORUPSI ROYALITI
WAMI KORUPSI ROYALITI

Jakarta – Polemik soal royalti musik kembali mencuat setelah sejumlah musisi senior di Indonesia menyatakan membebaskan karya mereka untuk digunakan publik tanpa pungutan. Namun, Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Wahana Musik Indonesia (WAMI) memastikan tetap akan melakukan pungutan royalti sesuai mandat yang berlaku.

President Director WAMI, Adi Adrian, menegaskan bahwa pihaknya hanya menjalankan tugas sebagaimana aturan yang ditetapkan oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

“Kami ini adalah petugas yang diberi kewenangan. Tupoksi kami meng-collect. Jadi sepanjang aturan itu belum berubah, kami tetap jalankan,” ujar Adi dalam konferensi pers, Rabu (20/8).

Aturan Main yang Mengikat

Adi menambahkan bahwa keputusan musisi untuk membebaskan karyanya dari royalti tidak serta merta mengubah aturan hukum yang ada. Menurutnya, sistem pungutan royalti sudah ada sebelum WAMI berdiri dan bersifat mengikat semua pihak.

“Rules itu bukan WAMI yang buat. Koridor kami adalah aturan main. Jadi, selama aturannya begitu, ya kami ikuti. Kalau nanti ada perubahan sistem atau regulasi, baru kami sesuaikan,” jelasnya.

Dengan kata lain, WAMI tidak memiliki kewenangan untuk menghapus kewajiban pungutan royalti, kecuali jika UU Hak Cipta dan ketentuan dari LMKN resmi direvisi.

Musisi yang Membebaskan Karyanya

Sebelumnya, sejumlah musisi papan atas Indonesia menyatakan sikap untuk membebaskan karyanya dari pungutan royalti. Langkah ini ditempuh karena mereka menilai sistem distribusi royalti di Indonesia belum berjalan optimal.

Daftar musisi tersebut antara lain:

  • Dewa 19

  • Rhoma Irama

  • Charly Van Houten

  • Thomas Ramdhan (GIGI)

  • Ari Lasso

  • Tompi

  • Juicy Luicy

Mereka berharap keputusan tersebut memberi kemudahan bagi masyarakat umum maupun pengelola restoran, kafe, atau tempat hiburan yang ingin membawakan karya mereka tanpa terbebani biaya tambahan.

Kemelut Royalti dan Gugatan UU Hak Cipta

Kontroversi ini muncul di tengah uji materiil UU Hak Cipta di Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan diajukan oleh kelompok penyanyi yang tergabung dalam VISI (Vokalista Indonesia), dengan alasan sistem saat ini belum adil bagi pencipta lagu maupun pelaku musik.

Selain itu, Komisi X DPR RI juga tengah membahas revisi UU Hak Cipta yang diharapkan bisa menghadirkan sistem distribusi royalti yang lebih transparan dan berpihak pada pencipta.

Dampak untuk Industri Musik

Sikap WAMI yang tetap memungut royalti meski ada musisi yang membebaskan karyanya menimbulkan diskusi panjang. Di satu sisi, aturan yang ada memang mengikat LMK untuk melakukan pungutan. Namun di sisi lain, langkah musisi senior menunjukkan adanya ketidakpuasan terhadap sistem yang dianggap belum transparan.

Jika polemik ini tidak segera diselesaikan, dikhawatirkan kepercayaan publik terhadap sistem pengelolaan royalti bisa semakin menurun. Transparansi data, distribusi yang adil, serta reformasi regulasi dinilai sebagai langkah penting agar ekosistem musik di Indonesia tetap sehat.

WAMI menegaskan tetap akan memungut royalti sesuai aturan, meski sejumlah musisi memilih membebaskan karya mereka. Situasi ini menandakan adanya ketegangan antara regulasi formal dan aspirasi musisi.

Dengan adanya uji materi di MK dan revisi UU Hak Cipta di DPR, masa depan tata kelola royalti di Indonesia kini berada di titik krusial. Keputusan ke depan akan menentukan apakah sistem ini bisa lebih adil bagi pencipta lagu, musisi, dan masyarakat yang menikmati karya mereka.