ridgwayband – Kasus hukum yang melibatkan selebritas Indonesia Nikita Mirzani kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, ia menggugat pengusaha skincare Reza Gladys dan suaminya, Attaubah Mufid, senilai Rp100 miliar dalam perkara wanprestasi. Sidang perdata tersebut digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu, 28 Mei 2025.
Dasar gugatan tersebut bermula dari kerja sama endorsement produk kecantikan milik Reza, yang menurut pihak Nikita, justru berujung pada kriminalisasi dan pencemaran nama baik. Tak hanya itu, penahanan Nikita yang berkepanjangan disebut menyebabkan kerugian besar, baik secara materi maupun imateri.
Dugaan Pelanggaran Perjanjian Lisan Uji Sahnya Transaksi Rp4 Miliar
Menurut Fahmi Bachmid, kuasa hukum Nikita, sidang ini bertujuan menguji keberadaan dan keabsahan perjanjian lisan antara Nikita dan Reza Gladys. Disebutkan bahwa pada November 2024, Reza melalui perantara menghubungi asisten pribadi Nikita untuk menawarkan kerja sama review produk.
“Kami ingin membuktikan apakah benar ada perjanjian lisan yang sah secara hukum dan apakah uang sebesar Rp4 miliar benar telah diserahkan kepada pihak Nikita,” ujar Fahmi di hadapan media.
Uang tersebut diklaim telah diberikan dalam dua tahap, yaitu melalui transfer dan pembayaran tunai. Namun, hubungan bisnis itu tak berakhir manis. Alih-alih kelanjutan kerja sama, Reza justru melaporkan Nikita atas dugaan pemerasan kepada pihak kepolisian.
Dari Endorse Skincare ke Tuduhan Pemerasan
Setelah laporan tersebut, Nikita resmi ditahan. Penahanannya bahkan telah diperpanjang beberapa kali, terakhir hingga 1 Juni 2025. Nikita pun mengaku merasa sangat dirugikan atas peristiwa tersebut, terlebih ia merupakan ibu tunggal dari tiga anak yang masih kecil.
“Nama baik saya hancur, pekerjaan terhambat, dan anak-anak saya ikut terdampak. Saya hanya ingin keadilan,” ujar Nikita.
Melalui kuasa hukumnya, Nikita menegaskan bahwa tuntutan sebesar Rp100 miliar merupakan bentuk pertanggungjawaban atas kerugian yang dialaminya secara psikologis dan reputasi.
Sorotan Baru Rekaman Ilegal Jadi Bukti Permasalahan
Tak berhenti di situ, Nikita melalui tim hukumnya juga melaporkan dugaan penggunaan rekaman ilegal sebagai barang bukti dalam laporan Reza Gladys. Rekaman tersebut diyakini dibuat tanpa izin dan digunakan sebagai alat untuk memperkuat tuduhan terhadap Nikita.
“Kami menduga kuat bahwa ada pelanggaran hak privasi. Rekaman suara tanpa seizin pihak yang direkam digunakan dalam proses hukum,” jelas Fahmi.
Laporan atas rekaman ilegal itu telah diajukan ke Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya sejak April 2025, dan kini telah memasuki tahap penyidikan.
Aspek Hukum Wanprestasi, Pencemaran Nama Baik, dan Hak Privasi
Kasus ini tidak hanya menyangkut persoalan bisnis antara artis dan klien, tetapi juga membuka diskusi luas mengenai perlindungan hukum atas kerja sama non-tertulis atau perjanjian lisan, serta implikasinya dalam ranah pidana dan perdata.
Menurut pengamat hukum dari Universitas Indonesia, Dr. Rizky Handayani, kasus seperti ini menunjukkan pentingnya dokumentasi tertulis dalam kerja sama komersial, terutama di dunia hiburan yang sarat risiko publikasi dan konflik kepentingan.
“Ketika sebuah transaksi bernilai miliaran dilakukan tanpa kontrak tertulis, maka ruang abu-abu hukum menjadi besar. Ini rentan dimanipulasi atau disalahgunakan oleh pihak tertentu,” jelas Rizky.
Kasus Belum Usai, Publik Menanti Keadilan
Hingga kini, proses hukum masih terus berjalan. Baik di ranah perdata melalui gugatan wanprestasi yang diajukan Nikita, maupun pidana lewat pelaporan terhadap penggunaan bukti rekaman tanpa izin.
Publik menunggu bagaimana pengadilan akan menilai sah atau tidaknya perjanjian lisan dan pembayaran Rp4 miliar tersebut, serta bagaimana keabsahan rekaman yang dijadikan barang bukti dalam kasus pemerasan.
Kasus ini menjadi contoh nyata bahwa kerja sama bisnis, meskipun terlihat sederhana seperti review produk, bisa berubah menjadi persoalan hukum kompleks jika tidak didasari kontrak yang jelas dan transparansi antar pihak.